Tuesday, September 13, 2016

KEMERDEKAAN PENGLIHATAN


Hari Rabu, 31 Agustus 2016, dalam rangka Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-71, Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung menyelenggarakan acara Siang Klinik dengan tema Kemerdekaan Penglihatan, bertempat di ruang tunggu pasien lantai 2 Gedung B.
Acara Siang Klinik kali ini menampilkan narasumber dokter spesialis mata dengan sub spesialisasi Refraksi, Low Vision, dan Lensa Kontak, yaitu Dr. dr. Karmelita Satari, SpM(K). Dengan harapan masyarakat mendapatkan kemerdekaan penglihatan, Dr. Karmelita Satari menyampaikan bahwa pencanangan Vision 2020 di seluruh dunia bermaksud agar semua yang memungkinkan melihat harus diusahakan bisa melihat; yang dapat diobati harus diobati; yang dapat dioperasi harus dioperasi; dan yang dapat dikoreksi oleh kacamata, lensa kontak atau yang lain, harus dikoreksi sehingga mereka berhak melihat.
Kemampuan melihat dengan baik membantu ketrampilan berkomunikasi, perkembangan emosi, memahami konsep perkembanan motorik, kognisi, meningkatkan kualitas hidup dan kepercayaan diri seseorang.
Kelainan refraksi merupakan penyebab tajam penglihatan  kedua terendah di Indonesia setelah katarak, sehingga harus dicari dan dilakukan koreksi kacamata.
Bagaimana bila kita mengalami kelainan refraksi yang ditandai oleh penglihatan buram? Periksakanlah ke dokter mata terdekat.
Materi lengkap acara Siang Klinik Kemerdekaan Penglihatan dapat diunduh di sini

KENAIKAN HARGA ROKOK BISA MENCEGAH ANAK MEMBELI DENGAN MUDAH




Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEKK) Fakultas Kesehatan Masyarakat UI mengusulkan kenaikan harga dan cukai rokok.

Menkes Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek Sp.M(K) menyambut baik wacana kenaikan harga rokok ini. Menkes mengungkapkan, anak-anak mudah membeli rokok karena harganya yang murah dan terjangkau.

Kami dari Kemenkes khawatir kalau harga rokok masih rendah, nanti jumlah anak yang merokok akan makin tinggi karena mereka mampu beli. Mereka bisa membeli karena di Indonesia bisa membeli rokok secara ketengan (satuan) sehingga mereka bisa membeli dengan uang jajan, ujar Menkes setelah acara konferensi pers Global Health Security Agenda (GHSA) Action Package Coordination Meeting, di Jakarta, Selasa (23/8/2016).

Menkes juga menjelaskan terdapat kenaikan pembiayaan JKN-BPJS untuk pembiayaan penyakit tidak menular (PTM) seperti hipertensi, dan penyakit cardiovascular di tahun 2015 dibanding tahun 2014. Pada tahun 2015 pembiayaan untuk penyakit cardiovascular mencapai 6,9 Triliun. Oleh karena itu Menkes mengajak masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Kami melihat dari kesehatannya, bahwa merokok ini menyebabkan banyak hal terkait kesehatan. Di Era JKN kita boleh lihat PTM seperti Hipertensi, jantung atau cardiovascular menempati peringkat teratas untuk pembiayaan kesehatan, ujar Menkes.

Saat ditanya oleh sejumlah media apakah kenaikan ini sudah tepat atau tidak, Menkes menjelaskan bahwa Kemenkes tidak punya kewenangan dan keahlian untuk menghitung atau menentukan harga rokok.

Kemenkes tidak punya kewenangan untuk menghitung atau menentukan harga. Hal ini tentunya menjadi kewenangan Kemenkeu, jadi biarkan mereka yang menghitungnya. Kami hanya melihat dari sisi kesehatannya, tambah Menkes.

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id. - See more at: http://www.depkes.go.id/article/view/16082400001/kenaikan-harga-rokok-bisa-cegah-anak-membeli-dengan-mudah.html#sthash.vDnbqLvh.dpuf
sumber : http://www.depkes.go.id/article/view/16082400001/kenaikan-harga-rokok-bisa-cegah-anak-membeli-dengan-mudah.html

TRAINING OF TRAINER PERLINDUNGAN ANAK DAN PERMPUAN



Dalam keluarga idealnya merupakan kehidupan yang dipenuhi dengan kehangatan, kasih sayang, dan sikap saling menghormati. Tetapi kenyataan saat ini memperlihatkan bahwa berbagai macam bentuk kekerasan di lingkungan ini sering terjadi baik kekerasan fisik, seksual, maupun emosional. Hal ini sering terjadi dan anggota yang menjadi korban kebanyakannya adalah perempuan dan anak- anak. Tindakan kekerasan ini tidak hanya kejadian tunggal, akan tetapi kadang terulang, terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama, tidak jarang perempuan dan anak – anak yang menjadi korban tindak kekerasan ini mengalami gangguan yang serius dan harus menjalani pengobatan dan perawatan dirumah sakit. Meskipun demikian, tindak kekerasan jenis ini adalah kekerasan yang sulit diungkap, dengan alasan diantaranya banyak pihak yang menganggap hal ini lumrah terjadi, dianggap sebagai masalah internal keluarga yang harus ditutupi, juga sering korban dan pelaku menutupi kejadian dengan alasan yang berbeda.

Rumah Sakit sebagai institusi yang dijadikan rujukan atau tempat untuk menangani gangguan kesehatan dari korban tindak kekerasan ini dapat lebih berperan dalam usaha diagnosis, kuratif atau bahkan rehabilitatif. Sehingga dalam suatu rumah sakit dibutuhkan tim yang dapat mengidentifikasi pasien perempuan dan anak – anak yang menjadi korban tindak kekerasan ini.
Berdasarkan hal tersebut, Tim Perlindungan Anak dan Perempuan (TPAP) di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung mengadakan Training Of Trainer (ToT) yang berlangsung selama 2 hari pada tanggal 5-6 Agustus 2016 bertempat di Gedung B Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung.

Dalam sambutannya Direktur Medik dan Keperawatan Pusat Mata Nasional RS Mata Cicendo Dr. dr. Feti Karfiati, SpM(K), MKes berharap kegiatan TOT Perlindungan Anak dan Perempuan ini dapat memberikan pemahaman kepada peserta mengenai hak anak dan perempuan serta kebijakan mengenai perlindungan anak dan perempuan sehingga peserta dapat menyusun Standar Operasional Prosedur penanganan korban tindak kekerasan, khususnya bagi pasien Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung.

HARI ANAK INDONESIA



Selain Hari Ayah dan juga Hari Ibu, Indonesia dan juga dunia memiliki hari besar dan penting yang disebut Hari Anak, tujuan ditetapkannya peringatan ini untuk menghargai hak hak kepada anak seluruh dunia, mengingat banyak sekali kasus-kasus kekerasan dan pelecehan yang selama ini terjadi pada anak-anak termasuk di negara kita Indonesia. Kasus-kasus mengerikan ini terus meningkat dalam setiap tahunnya, dan menjadi momok yang menakutkan bagi adik-adik serta anak kita. Untuk itu pada tahun ini Hari Anak Indonesia bertemakan “Akhiri Kekerasan pada Anak”.

Anak merupakan aset penting bagi sebuah bangsa, sehingga pendidikan dan pengasuhan yang diberikan harus mampu meningkatkan kualitas anak dimasa mendatang. Pendidikan harus dinomorsatukan, akan tetapi pola pendidikan yang diberikan harus mengarah pada potensi yang kita punyai. Artinya, bagaimana membangun nilai-nilai kerja keras, optimisme pada anak, bagaimana membangun karakter yang siap tahan banting serta berani bersaing. Selain pendidikan di bangku sekolah, aspek kesehatan sang anak juga sangat penting untuk menunjang semua hal itu.
Berikut adalah ciri-ciri anak sehat, tidak hanya dilihat dari segi fisik, namun segi psikis dan segi sosialisasi. Menurut Departemen Kesehatan RI ciri anak sehat ada 9, yaitu:
* Ciri anak sehat, ia akan tumbuh dengan baik,  yang dapat dilihat dari naiknya berat dan tinggi badan secara teratur dan proporsional.
* Tingkat perkembangannya sesuai dengan tingkat umurnya.
* Tampak aktif atau gesit dan gembira.
* Mata bersih dan bersinar.
* Anak sehat nafsu makannya baik.
* Bibir dan lidah tampak segar.
* Pernapasan tidak berbau.
* Kulit dan rambut tampak bersih dan tidak kering.
* Ciri anak sehat lainnya, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Secara sederhana, ciri anak sehat dilihat dari segi fisik, psikis dan sosialisasi adalah:
* Dilihat dari segi fisik ditandai dengan sehatnya badan dan pertumbuhan jasmani yang normal.
* Segi psikis, anak yang sehat itu jiwanya berkembang secara wajar, pikiran bertambah cerdas, perasaan  bertambah peka, kemauan bersosialisasi baik.
* Dari segi sosialisasi, anak tampak aktif, gesit, dan gembira serta mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
(sumber : http://promkes.depkes.go.id/2016/07/24/4872/)